Minggu, 29 November 2009

Perubahan Perilaku dan Metode setelah Promosi Kesehatan

Perubahan Prilaku dan Metode yang di Gunakanndalam Pro Kes

Konsep Perubahan Perilaku dan Determinannya
Skinner, mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara peransang (stimulus) dan tanggapan (respon). Secara operasional perilaku diartikan sebagai suatu respon seseorang terhadap rangsangan (stimlus) dari luar subjek.
Menurut Bloom, membagi perilaku manusia kedalam 3 domain (ranah) yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ketiga ranah tersebut diukur melalui : pengetahuan (knowledge) sikap/tanggapan (attitude) dan praktek (practical).
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang malakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan merupkan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Menurut Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial, subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:
a. Tahu (know) artinya mengingat kembali suatu materi (Recall) yang telah dipelajari.
b. Memahami (comprehension) artinya kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.
c. Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya.
d. Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen yang masih dalam suatu struktur organisasi.
e. Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada.
f. Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur.
2. Sikap
Menurut Likert (Azwar, 1995) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan seseorang terhadap satu objek perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable).
Menurut Notoatmodjo orang mau menerima dan memperhatikan tingkatan, antara lain:
a. Menerima artinya orang mau menerima dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b. Merespon artinya memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai artinya mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain suatu masalah.
d. Bertanggungjawab adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
Pengukuran sikap dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju)
3. Praktek atau Tindakan
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan dukungan (support). Praktek meliputi beberapa tingkat antara lain :
a. Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.
c. Mekanisme yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis dan sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
d. Adaptasi adalah suatu praktek yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatn responden, atau secara tak langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan (Recall).
Faktor-Faktor Perubahan Perilaku
Ajzen dan Fishbein (1980) dalam Teori “Behavioral Intention theory“ atau Theory of reasoned Action, yang menghubungkan antara keyakinan (beliefs),sikap(attitude),kehendak/intensi (intention), dan perilaku seseorang. Menyatakan bahwa intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku, dan Sikap merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut(outcomes of the behavior). Disamping itu seseorang juga mempertimbangkan pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding the outcome). Norma sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggapnya penting(referent persons) dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut.
Menurut Mantra (1997), Perilaku ialah respon individu terhadap stimulasi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perubahan perilaku perlu waktu yang lama dan diperlukan rangsangan untuk merubah perilaku. Rangsangan tersebut meliputi: rangsangan fisik, rangsangan rasional, rangsangan emosional, ketrampilan, jaringan perorangan dan keluarga (Family and personal Network), struktur sosial, biaya ekonomi dan sosial serta perilaku yang bersaing.
Menurut Ewles dan Simnett (1994), promosi kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol terhadap, dan memperbaiki, kesehatan mereka.
Menurut Depkesos (2000), promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan lingkungannya. Memberdayakan adalah upaya untuk membangun daya atau mengembangkan kemandirian, yang dilakukan dengan menimbulkan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta dengan mengembangkan iklim yang mendukung kemandirian tersebut. Istilah dan pengertian promosi kesehatan merupakan pengembangan dan rangkuman dari Pendidikan kesehatan, penyuluhan kesehatan, komunikasi, informasi dan edukasi.
Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan/memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta pengembangan lingkungan sehat, (Dachroni dkk,2000).
Konsep perubahan perilaku menurut L. Green (1980), menyatakan bahawa perilaku seseorang akan berubahan dapat diupayakan melalui usaha-usaha pendidikan kesehatan (health education) dan atau promosi kesehatan. Sedangkan keberhasilan pendidikan kesehatan dan atau promosi kesehatan menurutnya, antara lain dipengaruhi oleh faktor pendukung (predisposing), meliputi aspek pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, paraktek dan kebiasaan, dan dipengaruhi oleh faktor pemudah (enabling), seperti potensi sumber daya masyarakat, keterjangkuan, tersedianya fasilitas kesehatan, dll, serta faktor pendukung (reinforcing), seperti sikap & perilaku petugas kesehatan, dukungan toma, saran keluarga, teman dan bantuan masyarakat.
Ilmu perilaku adalah suatu ilmu multidispliner. Maksudnya pengkajian ilmu perilaku itu menyangkut banyak aspek yang dikaji/ditinjau dari berbagai macam ilmu. Hal ini wajar karena perilaku merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Setidaknya ada tiga kelompok ilmu yang mempelajari perilaku, yaitu ilmu social, antropologi dan psikologi. Objek atau sasaran ilmu perilaku adalah perilaku manusia (human behavior).
Pengertian perilaku menurut Soekidjo & Sarwono, dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpendapat, berpikir, bersikap, berpersepsi, dll) untuk memberikan responsi terhadap situasi di luar subjek tersebut. Respon ini dapat bersikap pasif (tanpa tindakan) dan dapat bersifat aktif (tanpa tindakan). Bentuk operasionalisasi dari perilaku dikelompokkan menjadi 3 jenis: 1) Perilaku dalam bentuk Pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar; 2) Perilaku dalam bentuk Sikap, yakni tanggapan bathin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek; 3) Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkret, berupa perbuatan (action) terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.
Ahli psikologi social Sears, at.al, (1985), mengemukakan empat pendekatan dalam memahami proses terbentuknya perilaku social, yaitu: 1) Pendekatan Biologis, yang melihat perilaku sebagai karakteristik bawaan atau mekanisme fisiologis, 2) Pendekatan Belajar, yang melihat perilaku sebagai refleksi dari apa yang pernah dipelajari seseorang di masa lalu, 3) pendekatan insentif, yang melihat perilaku sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan dan memperkecil kerugian, 4) Pendekatan Kognitif, yang melihat perilaku sebagai sesuatu yang terutama ditentukan oleh persepsi seseorang terhadap situasi social di sekitarnya.
Ahli antropologi Suparlan (1986), melihat terbentuknya perilaku individu sebagai totalitas atau resultan dari tiga buah komponen internal diri manusia yang secara bersama-sama membentuk perilaku manusia, yaitu: 1) adanya kebutuhan individu pada saat tertentu; 2) adanya upaya individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut; 3) adanya pengethauan kebudayaan yang dimiliki individu sebagai warga negara/masyarakat, yang diperoleh melalui proses belajar dari lingkungannya sejak ia dilahirkan, kemudian secara selektif dipergunakannya sebagai kerangka rujukan untuk menginterprestasikan suatu objek, secara selektif pula dijadikannya acuan untuk bertindak sesuatu terhadap objek tersebut.
Menurut ahli pendidikan, perilaku adalah proses belajar yang menyakitkan, yang mengandung motif atau minat tertentu. Sementara Fishbein & Ajzen (1975), mengemukakan seseorang mempunyai minat untuk berperilaku, tercermin dari hasil analisis sikap dan norma subjektifnya terhadap objek tertentu. Sikap sebagai awal berperilaku belum merupakan tindakan nyata, tetapi merupakan kecendrungan untuk berperilaku.Berdasarkan uraain singkat di atas, penulis mengilustrasikan proses terbentuknya perilaku individu.
Bagan 1.
Proses Pembentukan Perilaku
Sumber: Baderel Munir: Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu Perilaku, Unisri Pelembang, 2001.
Unsur-Unsur Pembentuk Perilaku
Perilaku seseorang terbentuk melalui dari berbagai unsure-unsur yang bersifat alamiah maupun bersifat non alamiah. Secara skematis unsure-unsur pembentuk perilaku dapat dilihat pada bagan 2:
Bagan 2:
Unsur-Unsur Pembentuk Perilaku
Pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran.

Pendidikan kesehatan juga sebagai suatu proses dimana proses tersebut mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Didalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu / alat peraga pendidikan. Agar tercapai suatu hasil yang optimal maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis.

Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan disesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya.

Dibawah ini akan diuraikan beberapa metode pendidikan individual, kelompok dan massa (public).

1. Metode Pendidikan Individual (Perorangan)
Implikasi Perilaku Individu
Perilaku seseorang menurut Kurt Lewin, harus dilihat dalam konteksnya, artinya dalm situasi dan kondisi apa perilaku itu terjadi. Perhatian pada dua konteks ini penting, karena perilaku manusia bukan sekedar respons terhadap stimulan yang diterimanya saja, akan tetapi merupakan produk akhir atau resultan dari berbagai gaya yang mempengaruhinya secara spontan. Lein menyebut gaya-gaya tersebut sebagai ruang hayat (life space), yang terdiri dari semua tujuan, serta semua factor yang disadarinya dan kesadaran dirinya sendiri.
Meminjam istilah dalam matematika, Lewin menjelaskan bahwa perilaku seseorang merupakan fungsi dari kepribadian dan pengaruh lingkungan disekitarnya, yang kemudian di formulasikan dalm bentuk rumus, seperti berikut ini:
B=Behavior, P= Personal, E= Environtment
Perilaku seseorang, pada saat tertentu, merupakan totalitas dari interaksi antara factor personal, yaitu unsure internal yang ada dalam dirinya, seperti nilai-nilai yang diyakininya, tingkat kecerdasan dan sebagainya, dengan factor lingkungan, yaitu unsure eksternal, yang secara psikologis mempengaruhi dirinya, seperti adat-istiadat dan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan tata ruang lingkungannya (Rahmat, 1986). Apabila sejumlah individu membawa perilaku dan masing-masing kepribadiannya ke dalam kelompok, maka akan terjadi proses interaksi sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu totalitas kelompok yang mirip medan magnet dalam ilmu fisika
Selanjutnya menurut Lewin ada tiga bentuk kekuatan yang berpengaruh dalam sebuah medan, yang berasal dari seorang aktor, yaitu appreciation, influence dan control (AIC). Ketiga kekuatan tersebut sekaligus mempunyai aktor/individu yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain, menghasilkan suatu totalitas atau resultante gaya, yang realitanya tergambar sebagai perilaku kelompok secara keseluruhan.
Perilaku individu dalam akan terwujud dalam di lingkungan kelompoknya, dalam bentuk:
1. Apreciation (penghargaan): merupakan kekuatan yang bersumber dari hubungan penghargaan dari seorang aktor terhadap lingkungan disekitarnya, terhadap individu yang berpengaruh terhadap tujuannya.
2. Influence (pengaruh): merupakan kekuatan yang bersumber dari adanya pengaruh yang diberikan oleh seorang aktor terhadap lingkungannya.
3. Controll (kontrol): merupakan kekuatan yang bersumber pada kemampuan seseorang aktor untuk mengontrol dan mengendalikan segenap potensi diri dan seluruh sumber daya yang dimilikinya.
Dengan demikian setiap individu dalam kelompok akan memiliki tanggung jawab: 1) kepada dirinya sendiri, berupa daya kontrol, dimana ia bias melakukan pilihan, membuat rencana, melakukan refleksi, serta melakukan tindakan melalui sumber daya yang dimilikinya, 2) kepada individu lain disekitarnya berupa daya pengaruh, melalui suatu bentuk dialog, menyusun strategi dan kebijaksanaan tertentu, 3) kepada kelompok atau lingkungannya berupa daya apresiasi. Kekuatan-kekuatan tersebutlah yang merupakan wujud perilaku individu dalam konteks fungsi perilaku kelompok, yang secara mekanistis membentuk dinamika kelompok.
Wujud perilaku individu di atas sangat dipengaruhi juga oleh karakteristik individu, seperti : 1) Persepsi; 2) Motivasi; 3) Gaya Belajar; dan 4) Inventarisasi Gaya Kepribadian
Dalam konteks kesehatan, implikasi perilaku individu akan secara jelas tergambar pada perilaku dirinya dalam memahami dan mempersepsikan perilaku sehat sebagai bagian dari perilaku hidupnya. Perilaku sehat individu dapat berupa persepsi, pengetahuan, sikap, motivasi, kepedulian, dan perilaku/tindakan kaitannya dengan gaya hidup sehat, seperti personal hygiene, kebiasaan makan, istirahat, olah raga, bekerja, beraktualisasi social, mencari pengalaman baru, beribadat dan lain sebagainya. Perilaku-perilaku sehat individu akan dimanifestasikan dalam perilaku sehat kelompok, dalam rangka mencapai tujuan sehat dirinya dan kelompok.

Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor atau seorang ibu hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi TT karena baru saja memperoleh / mendengarkan penyuluhan kesehatan.

Pendekatan yang digunakan agar ibu tersebut menjadi akseptor yang lestari atau ibu hamil tersebut segera minta imunisasi maka harus didekati perorangan. Perorangan disini tidak hanya berarti kepada ibu-ibu yang bersangkutan tetapi mungkin juga kepada suami atau keluarga dari ibu tersebut.

Dasar digunakannya pendekatan individual ini disebabkan karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta membantunya maka perlu menggunakan metode (cara ini).

Bentuk dari pendekatan ini, antara lain :

1.1 Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance and Counseling)

Dengan cara ini, kontak antara klien dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh perhatian, akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).

1.2 Interview (Wawancara)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian atau kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode Pendidikan Kelompok

Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan.

2.1 Kelompok Besar

Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain :

2.1.1 Ceramah

Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah :

2.1.1.1 Persiapan

Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi dari yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan :
a. Mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun
dalam diagram atau skema.
b. Menyiapkan alat-alat bantu pengajaran misalnya makalah singkat, slide,
transparan, sound system, dan sebagainya.

2.1.1.2 Pelaksanaan

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan
gelisah.
b. Suara hendaknya cukup keras dan jelas.
c. Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah.
d. Berdiri di depan (di pertengahan), tidak boleh duduk.
e. Menggunakan alat-alat bantu (AVA) semaksimal mungkin.

2.1.2 Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.

2.2 Kelompok Kecil

Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain :

2.2.1 Diskusi Kelompok

Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat.

Pimpinan diskusi / penyuluh juga duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Tepatnya mereka dalam taraf yang sama sehingga tiap anggota kelompok ada kebebasan / keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.

Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus memberikan pancingan-pancingan berupa pertanyaan-pertanyaan atas kasus sehubungan dengan topik yang dibahas. Agar terjadi diskusi yang hidup, pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur sedemikian rupa sehingga semua orang dapat kesempatan berbicara sehingga tidak menimbulkan dominasi dari salah seorang peserta.

.Implikasi Perilaku Kelompok
Meskipun pakar sosilogi membedakan antara istilah kerumunan (crowding) dengan kelompok (grouping), namun pakar dinamika kelompok tidak terlalu peduli dengan perbedaan tersebut, seperti definisi Brodbeck & Lewin (1958): kelompok adalah individu-individu yang mempunyai hubungan-hubungan tertentu, yang membuat mereka saling ketergantungan satu sama lain dalam ukuran-ukuran yang bermakna.
Malkolm and Knowles (1975), kualifikasi perilaku berkelompok:
1. Keanggotaan yang jelas, teridentifikasi melalui nama atau identifikasi lainnya.
2. Adanya kesadaran kelompok, dimana semua sadar dan berpersepsi mereka adalah bagian dari kelompok dan sementara di luar mereka adalah bukan kelompoknya.
3. Suatu perasaan adanya kesamaan tujuan
4. Saling ketergantungan dalam upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kelompok dan individu
5. Terjadinya interaksi, berkomunikasi dan mempengaruhi dalam melakukan aktifitasnya.
6. Kemampuan untuk berperilaku dengan cara tertentu yang telah disepakati kelompok.
Manusia sebagai individu membutuhkan kelompok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena ia adalah mahluk individu sekaligus mahluk social. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan berbagai upaya. Upaya tersebut selalu berpedoman kepada pengetahuan kebudayaan yang dimiliki dan digunakannya untuk mempersepsikan suatu objek yang dihadapinya, dan disertai dengan harapan-harapan teretntu kepada objek, kemudian bertindak sesuatu atau berperilaku terhadap objeknya atas dasar kesepakatan kelompok.
Secara mekanistis, kelompok bisa terbentuk melalui kedekatan (proximity) dan daya tarik (atraction) tertentu. Selain itu adanya kesamaan tujuan dan alasan ekonomi dapat pula sebagai alasan mengapa ia berperilaku dalam kelompok (Gibson, at.al, 1992). Meskipun manusia secara individual mempunyai perbedaan kebutuhan, namun sesungguhnya amnusia memiliki sifat konformitas, kemauan untuk menyesuaikan diri terhadap apa yang diinginkan orang lain, meskipun ia sebenarnya tidak ingin berperilaku demikian. Sifat konformitas ini didasarkan atas rasa takut dicela dari lingkungan kelompoknya.
Bagaimana sekumpulan individu yang semula berbeda, belum saling mengenal, kemudian menjadi sebuah kelompok yang solid dan kohesif, jawabannya adalah adanya rasa saling percaya (trust) diantara mereka. Namun demikian, sekohesif atau sesolid apapun kelompok, kemungkinan terjadi perpecahan kelompok, merupakan fenomena yang menarik dalam perilaku kelompok.
Dalam konteks implikasi perilaku kelompok terhadap kesehatan, pada dasarnya perilaku kelompok mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya status kesehatan masyarakat. Perilaku sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan menurut HL. Blum, selain lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan, merupakan realitas yang sudah terbukti. Demikian pula pada perilaku kelompok, efek pengaruhnya justru semakin besar terhadap status kesehatan, karena perilaku sehat kelompok merupakan sekumpulan individu yang sepaham dan sepakat untuk bertindak terhadap sesuatu terhadap objek kesehatan.
Perilaku kelompok dalam kaitannya dengan perilaku sehat, dapat dikelompokkan menjadi: 1) perilaku sehat kelompok temporer, yaitu perilaku dari sekelompok orang terhadap objek kesehatan yang bersifat sementara, dimana bila tujuan kelompok telah tercapai, maka kelompok tersebut membubarkan diri, contoh kelompok ibu hamil yang mengikuti senam hamil atau mengikuti tabulin, JPKM dan lainnya 2) perilaku sehat kelompok permanent, yaitu perilaku kelompok terhadap objek kesehatan yang bersifat “abadi” sesuai dengan kesepakatan atau komitment-nya, sampai tujuannya tercapai. Contohnya keluarga sehat, dimana satu keluarga besar (nuclear family) terdiri dari Kakek, Nenek, Bapak, Ibu dan anak-anaknya bersepakat untuk hidup bersih dan sehat.
Akan tetapi pada kenyataannya, sesungguhnya tidak ada satupun di dunia ini yang permanent, sehingga sering pula kelompok kecil seperti RT pun bisa pecah. Kekompakan maupun keberantakan kelompok sangat dipengaruhi oleh: 1) kepemimpinan yang ada di kelompok, 2) kecocokan anggota-anggotanya, 3) besar kecilnya perhatian anggota terhadap proses yang terjadi dalam kelompok (Malcolm-Konwles, 1975).
Perilaku kelompok merupakan suatu kehidupan yang sangat kompleks dan rumit, seperti halnya manusia, mempunyai proses pertumbuhan, yaitu: tahap bayi, tahap kekanak-kanakan dan tahap dewasa. Dalam setiap tahapan tersebut perlu diperhatikan dimensi perilakunya, diemnsi tugas atau hasilnya, dimensi hubungan pribadi dan dimensi kepemimpinannya. Masing-masing dimensi berimplikasi terhadap perilaku sehat dan kesehatannya masing-masing anggota kelompok.

Menurut Tuckman at.al (1982) fase pertumbuhan kelompok adalah sebagai berikut:
2.2.2 Curah Pendapat (Brain Storming)

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaannya pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan (cara pendapat).

Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh siapa pun. baru setelah semua anggota mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari dan akhirnya terjadilah diskusi.

2.2.3 Bola Salju (Snow Balling)

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang, 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit, tiap 2 pasang bergabung menjadi 1. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.

2.2.4 Kelompok Kecil-Kecil (Bruzz Group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil (buzz group) kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama / tidak dengan kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.

2.2.5 Memainkan Peranan (Role Play)

Dalam metode ini, beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka meragakan misalnya bagaimana interaksi / komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

2.2.6 Permainan Simulasi (Simulation Game)

Metode ini adalah merupakan gambaran antara role play dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), selain beberan atau papan main. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi berperan sebagai nama sumber.

3. Metode Pendidikan Massa (Public)

Metode pendidikan (pendekatan) massa untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik maka cara yang paling tepat adalah pendekatan massa.

Oleh karena sasaran pendidikan ini bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.

Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi, belum begitu diharapkan sampai dengan perubahan perilaku. Namun demikian bila sudah sampai berpengaruh terhadap perubahan perilaku adalah wajar.

Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Beberapa contoh metode ini, antara lain :
a. Ceramah umum (public speaking)
Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari Kesehatan Nasional, menteri
kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya berpidato di hadapan massa rakyat
untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Safari KB juga merupakan salah
satu bentuk pendekatan massa.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV
maupun radio, pada hakekatnya adalah merupakan bentuk pendidikan
kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah
juga merupakan pendekatan pendidikan kesehatan massa. Contoh "Praktek
Dokter Herman Susilo" di televisi pada waktu yang lalu.
d. Sinetron "Dokter Sartika" didalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan
pendidikan kesehatan massa.
e. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya
jawab / konsultasi tentang kesehatan atau penyakit juga merupakan bentuk
pendekatan pendidikan kesehatan massa.
f. Billboard yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya adalah
juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh billboard "Ayo ke Posyandu".

Implikasi Perilaku Massa
Individu-individu yang mempunyai minat yang sama dan merasa saling memiliki membentuk sebuah masyarakat dan individu-individu yang mempunyai ikatan emosional dan ikatan primordial yang sama akan membentuk massa. Di masyarakat orang biasanya mempunyai norma yang sama, sejarah yang sama (atau latar belakang) dan menerima bentuk perilaku tertentu dari sekumpulan individu-individu sebagai bentuk perilaku yang normal bagi semua anggota masyarakat. Perilaku-perilaku dari sekumpulan individu tersebut pada mulanya hanya menjadi perilaku kelompok, kemudian seiring dengan berjalannya waktu, maka perilaku kelompok bertambah individu-individu baru yang mempunyai kesamaan norma, latar belakang budaya, keturunan, ras dan hubungan darah. Pertambahan individu baru tersebut kemudian bertambah banyak dan pada titik tertentu terjadilah kesepakatan dan kesepahaman membentuk perilaku masyarakat (WHO, 1992).
Sama dalam hal proses terbentuknya perilaku masyarakat, maka perilaku massa merupakan sekumpulan perilaku individu-individu yang karena mempunyai latar belakang kesamaan emosional dan ikatan primordial, seperti norma, kepercayaan, kebudayaan, rasa kedaerahan, agama, sedarah (keturunan), dan lainnya, sepakat membentuk perilaku kelompok, kemudian dalam jumlah banyak membentuk perilaku massa.
Perbedaan perilaku masyarakat dengan perilaku massa terletak pada kekuatan ikatan emosional dan primordial tersebut. Perilaku masyarakat cenderung permanen & stabil sesuai dengan keberadaan masyarakat itu sendiri, sedangkan perilaku massa cenderung lebih temporer dan instabil. Contoh perilaku masyarakat dalam membangun rumah, merayakan resepsi pernikahan, menguburkan jenazah, merayakan panen, menghadapi musim kemarau dan lainnya. Sedangkan contoh perilaku massa, antara lain kerumunan massa pada saat kampanye, menonton pertunjukkan sepak bola, mendengarkan khotbah, mengikuti pemilihan lurah, demonstrasi, dan lain sebagainya.
Menurut Wayne (1979), yang melakukan pengkajian terhadap perilaku massa, kaitannya dengan program kesehatan menemukan, bahwa dalam upaya menggerakkan/memobilisasi perilaku massa agar mempraktekan pesan-pesan promosi kesehatan dalam kehidupannya, dapat dilakukan dengan menggunakan 4 pendekatan yaitu :
1. Pendekatan kesesuaian(compatibility approach),
2. Pendekatan pembentukan kebiasaan (habit formation),
3. Pendekatan pengontrolan arus komunikan(control of audience flows),
4. Pendekatan daya penarik massa(mass appeal)
Dalam pendekatan kesesuaian, yang harus diperhatikan adalah “waktu” penyampaian pesan, penyampaian pesan harus dijadwalkan sesuai dengan kesibukan mereka, maksudnya adalah bahwa aktivitas komunikasi yang dilakukan untuk promosi kesehatan ini, jangan sampai mengganggu aktivitas hidup mereka yang penting. Hal ini untuk menghindari terjadinya “rasa terpaksa” hadir dalam aktivitas penyuluhan. Pesan-pesan promosi hendaknya disesuaikan dengan kemampuan mereka dalam hal waktu, biaya, tenaga ketika komunikan dituntut untuk melakukan/mempraktekkan isi pesan itu.
Pendekatan pembentukan kebiasaan, yaitu dengan aktivitas komunikasi penyuluhan yang dilakukan secara intensif dan kontinyuitas yang tinggi, diharapkan isi pesan dapat membentuk suatu kesadaran bahwa perilaku hidup sehat itu adalah suatu kebutuhan dan hal ini dilakukan atas inisiatif sendiri, dan bukan bukan karena atas suatu perintah atau di suruh orang lain. Dengan kata lain pendekatan ini diharapkan dapat membentuk dan membangun kesadaran pada masyarakat bahwa hidup sehat adalah suatu hal yang hakiki tanpa harus melalui perintah orang lain.
Pendekatan pengontrolan arus komunikan, pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui dan kemudian meminimalisir faktor-faktor yang dapat mengganggu munculnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Dengan kata lain harus diantisipasi apa kira-kira hal yang menjadikan aktivits promosi kesehatan tidak berjalan optimal atau bahkan gagal sama sekali, untuk kemudian dirumuskan langkah-langkah selanjutnya agar factor pengganggu itu dapat dihindari atau bahkan dihilangkan.
Pendekatan daya penarik massa, dimaksudkan dalam kegiatan komunikasi penyuluhan kesehatan hendaknya disajikan dengan menggunakan daya penarik berupa adanya “reward” atau ganjaran untuk komunikan, apabila dia melakukan/mempraktekkan isi pesan. Komunikator dituntut harus mampu menunjukkan keuntungan-keuntungan apa yang bakal diperoleh komunikan apabila mereka melaksanakan isi pesan. Keuntungan-keuntungan yang ditunjukkan hendaknya realistis dan tidak mengada-ada, untuk menghindarkan terjadinya kebohongan/penipuan. Sebab sekali masyarakat dikecewakan/dobohongi oleh suatu aktivitas komunikasi penyuluhan, maka akan sulit sekali unutk membangun keprcayaan dirinya lagi.
Untuk mempengaruhi agar terjadi perilaku massa, kaitannya dengan pelibatan massa dalam program kesehatan, maka diperlukan pengimplementasikan sebuah kegiatan komunikasi promosi kesehatan, dengan langkah-langkah operasional sebagai berikut:
• Dalam kegiatan penyuluhan, komunikator hendaknya memerankan diri sebagai fasilitator dan bukan sebagai guru, dengan cara ini diharapkan komunikator juga mau belajar dari pengalaman komunikannya, serta membeikan prakarsa-prakarsa yang lebih besar pada diri komunikannya.
• Harus disenergikan antara pengalaman dan pengetahuan tradisional yang produktif dengan pengetahuan dan pengalaman yang modern(inovatif) yang relevan dengan kondisi masyarakatnya. Dengan cara ini akan terjadi proses saling melengkapi dan menyempurnakan dalam kegiatan komunikasi kesehatan ini (Karsidi,2001).
Agar hal itu dapat terlaksana maka harus dilakukan tindakan-tindakan yang berupa :
1. Pengenalan masalah, kebutuhan dan potensi yang ada dalam masyarakat, dengan cara menggali informasi-informasi yang mengungkapkan kharaktristik dan potensi yang ada pada diri komunikannya.
2. Merumuskan suatu skala prioritas untuk dijadikan sebagai acuan tindakan dalam menangani permasalahan yang dihadapi itu.
3. mengidentifikasikan alternatif-alternatif pemecahan masalah dalam bentuk diskusi-diskusi antara komunikator dan komunikannya(masyaarakat).
4. Pemilihan alternatif pemecahan masalah yang paling tepat berdasarkan kemampuan sumber daya komunikan dan kemudian kemudian mengenalkannya kepada komunikan(masyarakat).
5. Menyusun jadwal kegiatan yang konkrit, serta prsonil-personil yang akan bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan ini. Penyusunan jadwal kegaiatan ini harus melibatkan penyuluh dan komunikan guna diperoleh masukan-masukan untuk penyempurnaan dan ketepatannya.
6. Dilakukan pemantauan dan pengamatan kegiatan. Semua kegiatan yang telah dijadwalkan perlu dipantau secara berkelanjutan oleh komunikator(penyuluh) bersama sasaran penyuluhnya untuk melihat kesesuaiannya dengan rencana yang telah di susun, jika menyimpang perlu tindakan-tindakan untuk meluruskannya lagi.
7. Evaluasi dan rencana tindak lanjut, setelah suatu tahapan kerja selesai maka, hasilnya di evaluasi, apakah hasilnya sudah sesuai dengan harapan atau belum (Karsidi,2001).
Jadi apabila sebuah kegiatan komunikasi massa dapat dilaksanakan dengan menggunakan rancangan strategis yang terukur serta dilakukan langkah-langkah operasional yang jelas, maka perubahan perilaku massa diharapkan efektif, dan terjadi perubahan perilaku yang lebih lama (permanen) dan tidak hanya didasarkan ikatan emosional serta primordialisme.
Implikasi pengaruh perilaku massa terhadap kesehatan dapat tercermin dari partisipasi masyarakat dalam program-program kesehatan. Seperti program pemberantasan sarang nyamuk melalui program 3 M, partisipasi masyarakat dalam kegiatan PIN, program pencegahan anti merokok, program pemberantasan narkoba dan lain sebagainya.
Keberhasilan program promosi kesehatan dalam mempengaruhi perilaku massa, sangat tergantung dari kemampuan kita untuk membuat opini publik melalui berbagai media, baik media massa (cetak & elektronik), media tradisional, media pendidikan, seminar, advokasi dan lain-lainnya. Apabila opini publik sudah terbentuk, maka tugas kita adalah menggerakan atau memobilisasi masyarakat dan atau memberdayakan mereka melalui berbagai kegiatan program kesehatan.
Namun hal yang harus diingat dalam memanage perilaku massa ini, adalah sifat dari perilaku massa adalah instabil dan cenderung emosional, sehingga diperlukan penjagaan terhadap kondisi yang kondusif dan menyejukkan dalam rangka upaya mencapai tujuan. Yang penting lagi, adalah jangan sampai program kesehatan tersebut merugikan masyarakat, atau dalam pelaksanaannya massa dibohongi dengan berbagai ketidakjujuran, seperti kebohongan publik, pemerdayaan, korupsi, kolusi dan nepotisme yang sekarang menjadi sesuatu yang tabu di masyarakat.
Update : 14 Juli 2006

Sumber :

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Sumber: J.N. Biraber, Majalah Ciba Review: Epidemiology, 1978.
SUMBER BACAAN
1. Baderel Munir. Dinamika Kelompok: Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu Perilaku. Penerbit University Of Sriwijaya Press, Palembang, 2001
2. Soetarlinah Soekadji. Modifikasi Perilaku: Penerapan Sehari-hari dan Penerapan Profesional. Penerbit: Liberty, Yogyakarta, 1993.
3. Soekidjo N & Solita Sarwono. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit FKM UI, Jakarta, 1985.
4. Rika Subarniati, dkk. Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Bagian Pnedidikan Kesehatan & Perilaku. Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, Surabaya. 1996.
5. WHO. Pendidikan Kesehatan: Pedoman Pelayanan Kesehatan Dasar. Penerbit ITB Bandung dan Universitas Udayana, Bali, 1992.

1 komentar: